Sejarah Grebek Suro Di Ponorogo

Sejarah diadakannya Grebek Suro di Kabupaten Ponorogo adalah adanya kebiasaan masyarakat pada malam satu Suro yang mengadakan tirakatan semalam suntuk dengan mengelilingi kota dan berhenti di alun-alun Ponorogo. Pada tahun 1987 Bupati Soebarkah Poetro Hadiwirjo melihat fenomena ini dan melahirkan gagasan kreatif untuk mewadahi kegiatan mereka dengan kegiatan yang mengarah pada pelestarian budaya. Sebab ditengarainya minat pemuda terhadap kesenian khas Ponorogo mulai luntur, untuk itu di adakanlah Grebek Suro dan memasukkan Reog didalamnya. Seni dan tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan kirab pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.
Perayaan Grebek Suro adalah acara yang diadakan Kabupaten Ponorogo setiap tahun guna menyambut datangnya tahun baru Islam (1 Muharam). Berbagai acara-acara di helat di kota Reog seperti Tari Sipotro, Istigosah, Lomba Kakang Senduk, pameran-pameran karya masyarakat Ponorogo, pameran bonsai dan Festival Reog Nasional. Grebek Suro memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Ponorogo pad umumnya. Grebek Suro adalah  acara tradisi kultural masyarakat Ponorogo dalam wujud pesta rakyat. Seni dan tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel. Grebek Suro merupakan acara tahunan yang di rayakan setiap malam satu muharram. Acara ini merupakan kegiatan awal menyongsong Tahun Kunjungan Wisata Jawa Timur setiap tahun. Rangkain Grebek Suro diantaranya, prosesi penyerahan pusaka ke makam Bupati pertama Ponorogo. Kemudian disusul pawai ratusan orang menuju pusat kota denagan menunggang bendi atau kuda yang dihiasi. 
Berikutnya akan ada Festival Reog Nasional di Alon-alon kota. Saat itu puluhan grop reog di Jawa Timur bahkan dari Kutai Kertanegara, Jawa Tengah, Balikpapan, dan Lampung akan turut tampil memeriahkan acara ini. Kegiatan ini dirayakan untuk mengenang kejayaan kerajaan Bantarangin yang berjaya dan di kenalnya Warok (kesatria-kesatria pilih tanding yang sakti mandraguna). Acara yang selalu diisi dengan pelepasan sesaji, kepala kerbau, nasi tumpeng dan yang lainnya ini menurut banyak kalangan "hanya sebuah ritual" atau "upaya melestarikan budaya leluhur". 
Grebek Suro berikut acara pelepasan sesajinya dengan maksut apapun adalah pelanggaran ajaran Islam. Umumnya para penyelenggara dan peserta berharap kepada Sang Pencipta bahwa dengan acara ini mereka di beri keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran. Dan tidak sedikit juga dari mereka yang mengharapkan hal serupa dari para leluhur. Dalam buku-buku babad Ponorogo menyatakan bahwa, Batoro Katong (pendiri Ponorogo) adalah utusan Kerajaan Demak untuk menyebarkan Islam di Ponorogo, serta beliau adalah saudara kandung tapi lain ibu dari Raden Patah, Sultan Demak kala itu. 

Popular posts from this blog

Asal Usul Bujang Ganong

Cerita Dewi Songgolangit Ponorogo

Goa Maria Di Ponorogo